“Kamu suka keris”? .. ah tidak.
“Kamu kolektor”?... sama sekali bukan.
“Kalo gitu pedagang tosan aji”? …. juga bukan.
“Penganut seorang kejawen”? .… ngawur pisan.
“Dukun”?.... wakakaka, ancur luh.
Kadang hidup ini kita menerima sesuatu yg tidak kita pernah mimpikan atau tidak pernah kita pahami dengan baik. Misal menerima sekian bilah tosan aji yg sudah diturunkan dari generasi ke generasi. Sebuah bentuk lain dari pengejawantahan tanggung jawab dikeluarga besar, sebagai seorang pria yg umurnya cukup, dan sebagai seorang jawa, menerima pusaka keluarga untuk dijaga itu semacam sebuah sikap yang harus dijalankan. Suka atau tidak, itu adalah kewajiban pria, bukan perempuan.
Senjata secara moral memang lambang sebuah “sikap penjaga” dan “ketahanan”. Sebuah bentuk lain dari tanggung jawab yg harus dijalankan dengan “gagah” tajam cekatan menyelesaikan urusan hidup, bukan dengan menangis. Karena itu, urusan “senjata” adalah lebih menjadi amanat buat seorg pria dalam garis fungsi dan filosofisnya.
Ketika kecil dulu, menjalani langkah disiplin dengan keras atau ikut silat dan mengaji barangkali akan diterima dengan rasa tidak suka. Bocah selalu berpikir bermain, bukan memikirkan sebuah kontrsuksi disiplin mental yg diteruskan turun temurun oleh Bapak. Tanpa sadar, sedari kecil secara sistematik dan runut, turunlah aturan utama menjadi seorang pria tulen kelak dikemudian hari. Tidak ada langkah berlebihan disini, dan tidak ada sikap hiperbola. Ini sebuah keniscayaan hidup karena gender dalam masyarakat yg juga terbentuk akibat akar budanyanya. Sebagai seorg jawa, akar itupun mengalir didalam darah ini, sama sebangun dengan nilai didikan menjadi pria. Senjata, “gaman”, adalah salah satu pilar yg harus dibawa disisi seorang pria dewasa. Senjata menjadi alat bagi tujuan dalam hidup dan moral.
Tidak aneh jika kemudian muncul pendapat, jika ada masalah dalam hidup, maka selesaikan dengan tajamnya lidah, artinya diplomasi. Dan jika diplomasi tidak cukup, maka lakukan perkawinan agar tidak terjadi konflik. Apabila semuanya buntu, maka selesaikan dengan ujung tajam senjata, yg artinya perang berdarah.
Setiap orang terbawa dalam arus sejarah dari pendahulunya. Masa lalu membentuk masa kini. Rasanya tidak mungkin ada manusia hidup dijaman ini dan mengatakan tidak punya sejarah keluarga, atau tidak punya akar budaya yg membentuk dirinya. Dalam lingkaran arus ini, kerap muncul kewajiban yg jatuh otomatis tanpa diminta, tanpa ditanya setuju atau tidak, mau atau tidak. Pokoknya harus dijalankan dan jangan tanya apapun lagi. Soal waktu saja yg bicara, apakah memang harus menjalankan itu atau mungkin tahun depan. Namun jika memang harus menerima, yaa sudah terimalah, itu sebagian dari tanda “bekti” anak kepada orang tuanya, tanda patuh dan tidak mengatakan “tidak”. **** hsgautama.blogspot.com
http://hsgautama.blogspot.com/search/label/A-SALE
No comments:
Post a Comment
PERHATIAN :::::::::::
* Komentar DI MODERASI oleh admin dengan persetujuan.
* Komentar HANYA soal isi blog ini saja. Promo dilarang disini, maaf.
* Jika kalian penipu online, fake onlineshop jangan harap bisa posting disini. Blog ini tidak dipakai buat numpang aksi penipuan oleh pihak lain. Carilah makan halal sana dan jangan menipu.
* NO offensive item, NO haters gak jelas, NO kekerasan, NO SARA, NO Sex item whatsoeva, NO Judi online, NO drugs, NO Alcohol, NO praktek dukun mistik dan pesugihan.