Merayakan sunatan Thoriq, Abang, dan Fathur dengan acara Singa Depok atau dikenal dengan nama lain: Singa Gotong, Sisingaan. Agak susah mencari data historis tercatat yg sahih mengenai kesenian unik ini. Seni Singa Depok dikenal luas dalam tatar tanah Sunda dan menjadi pertunjukan populer dikalangan masyarakat. Geraknya yg sangat kuat dan enerjik juga menjadi tontonan paling disukai turis asing.
**17Nov 2011
-------------
Keterangan dikopas dari:
http://www.sundanet.com/?p=73
KESENIAN SISINGAAN
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk memberikan nama kepada salah satu jenis kesenian di daerah Subang. Sisingaan, Gotong Singa atau Singa Depok. Sisingaan adalah sebuah patung singa yang terbuat dari kayu dan digunakan sebagai alat pengusung anak sunat dalam upacara khitanan. Gotong Singa juga mempunyai maksud yang sama yakni sebuah kelompok atau group kesenian rakyat di daerah Subang yang berfungsi sebagai upacara mengarak penganten sunat dalam upacara khitanan. Sedangkan Singa Depok (singa depek), secara anatomi ukuran tinggi kaki sisingaan relatif pendek atau tidak sesuai dengan ukuran yang sewajarnya. Hal ini atas pertimbangan keseimbangan dan keterjangkauan kaki anak sunat ketika duduk di atas panggung sisingaan.
Seperti kita ketahui bahwa kesenian rakyat atau kesenian daerah terutama di Jawa Barat sangat sulit ditelusuri asal-usulnya secara tepat. Kesenian tersebut seolah-olah hidup dan berkembang tanpa sejarah, oleh karenanya sangat sulit apabila kita menuntut informasi tentang siapa, kapan dan di mana kesenian itu diciptakan.
Kesenian rakyat diciptakan oleh rakyat dan untuk kebutuhan rakyat. Maju mundurnya sebuah karya cipta seni yang merupakan produk masyarakat tergantung pada tingkat kebutuhan masyarakat di mana kesenian itu berada. Karenanya hal itu merupakan tanggung jawab bersama.
Produk-produk seni yang diciptakan merupakan milik bersama sehingga tak pernah ada individu (anggota masyarakat) atau kelompok seniman yang mengklaim dirinya sebagai pencipta atau pelopor. Semua karya yang diciptakan seolah-olah tidak perlu untuk diketahui kapan dan siapa yang menciptakannya. Akan tetapi yang lebih penting adalah untuk apa kesenian itu diciptakan dan bagaimana keberadaannya di masyarakat. Seniman-seniman atau grup-grup kesenian rakyat khususnya di daerah Subang lebih mementingkan fungsinya di masyarakat dari pada orisinalitas bentuknya.
Bentuk boleh saja mengalami perubahan yang merupakan inovasi atau modifikasi. Dalam hal ini yang paling penting bagaimana mengupayakan kesenian itu tetap hidup dan berkembang secara berkesinambungan. Seperti halnya dengan kesenian Sisingaan yang dulunya merupakan pelengkap peristiwa upacara mengarak penganten sunat.
Ada dua model Sisingaan dilihat dari proses pembuatannya. Pertama, model permanen terbuat dari kayu gelondongan dibentuk menyerupai singa, dilapisi kertas dengan lem kanji dan kemudian bulunya dilukis dengan goresan arang. Alat pikulnya terbuat dari bambu gelondongan yang tua dan kering dipaku dan diikat kokoh pada bantalan kaki sisingaan. Model ini relatif tahan lama dan bisa dipinjamkan pada siapa saja secara gratis kalau kebetulan nganggur.
Kedua, model sekali pakai biasanya terbuat dari bambu yang kerangkanya kemudian dibungkus dan dibentuk oleh kertas dengan kanji kemudian diberi aksesoris yang biasanya berasal dari daun serta bunga. Setelah usai digunakan diberikan kepada anak-anak untuk mainan hingga hancur.
Ada sesuatu yang menarik yaitu bahwa semua rombongan Sisingaan waktu itu pada umumnya tidak meminta bayaran sekalipun untuk sekedar ongkos. Semua itu mereka lakukan atas dasar panggilan hati untuk ikut ngarojong (mendukung sepenuh hati) atas suksesnya hajat salah seorang anggota masyarakat atau istilah lain bahasa daerah (Sunda) yaitu kahirasan.
Patung Sisingaan dibuat secara permanen dan bagus seolah-olah menyerupai singa sebenarnya. Lehernya berbulu lebat dan panjang, terbuat dari serat goni, memakai pelana serta injakan kaki yang tergantung di sebelah kanan kiri perutnya. Matanya melotot terbuat dari bola lampu bekas, mulutnya menganga lebar, bertaring tajam, lidahnya menjulur panjang ke depan dan berwarna merah darah sehingga nampak seram dan menakutkan.
Musik iringan terdiri dari seperangkat kendang penca dengan lagu Buah Kawung, Kembang Beureum dan sebaginya. Gerak-gerak tari terdiri dari gerak-gerak Pencak Silat yang dilakukan secara kompak walaupun begitu dinamis dan variatif. Para penari kurang begitu leluasa bergerak sehubungan patung Sisingaannya cukup berat dan kaku. Kostum anak sunat dan pemain juga sudah mulai diperhatikan, baik warnanya maupun desainnya. Kostum anak sunat terdiri dari: kace, kewer, beubeur, sinjang dodot, susumping, yang kesemuanya berwarna emas. Kostum pemain adalah seragam hitam-hitam (pakaian penca) lengkap dengan ikat kepala corak batik dengan motif lipatan barangbang semplak.
.
**17Nov 2011
-------------
Keterangan dikopas dari:
http://www.sundanet.com/?p=73
KESENIAN SISINGAAN
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk memberikan nama kepada salah satu jenis kesenian di daerah Subang. Sisingaan, Gotong Singa atau Singa Depok. Sisingaan adalah sebuah patung singa yang terbuat dari kayu dan digunakan sebagai alat pengusung anak sunat dalam upacara khitanan. Gotong Singa juga mempunyai maksud yang sama yakni sebuah kelompok atau group kesenian rakyat di daerah Subang yang berfungsi sebagai upacara mengarak penganten sunat dalam upacara khitanan. Sedangkan Singa Depok (singa depek), secara anatomi ukuran tinggi kaki sisingaan relatif pendek atau tidak sesuai dengan ukuran yang sewajarnya. Hal ini atas pertimbangan keseimbangan dan keterjangkauan kaki anak sunat ketika duduk di atas panggung sisingaan.
Seperti kita ketahui bahwa kesenian rakyat atau kesenian daerah terutama di Jawa Barat sangat sulit ditelusuri asal-usulnya secara tepat. Kesenian tersebut seolah-olah hidup dan berkembang tanpa sejarah, oleh karenanya sangat sulit apabila kita menuntut informasi tentang siapa, kapan dan di mana kesenian itu diciptakan.
Kesenian rakyat diciptakan oleh rakyat dan untuk kebutuhan rakyat. Maju mundurnya sebuah karya cipta seni yang merupakan produk masyarakat tergantung pada tingkat kebutuhan masyarakat di mana kesenian itu berada. Karenanya hal itu merupakan tanggung jawab bersama.
Produk-produk seni yang diciptakan merupakan milik bersama sehingga tak pernah ada individu (anggota masyarakat) atau kelompok seniman yang mengklaim dirinya sebagai pencipta atau pelopor. Semua karya yang diciptakan seolah-olah tidak perlu untuk diketahui kapan dan siapa yang menciptakannya. Akan tetapi yang lebih penting adalah untuk apa kesenian itu diciptakan dan bagaimana keberadaannya di masyarakat. Seniman-seniman atau grup-grup kesenian rakyat khususnya di daerah Subang lebih mementingkan fungsinya di masyarakat dari pada orisinalitas bentuknya.
Bentuk boleh saja mengalami perubahan yang merupakan inovasi atau modifikasi. Dalam hal ini yang paling penting bagaimana mengupayakan kesenian itu tetap hidup dan berkembang secara berkesinambungan. Seperti halnya dengan kesenian Sisingaan yang dulunya merupakan pelengkap peristiwa upacara mengarak penganten sunat.
Ada dua model Sisingaan dilihat dari proses pembuatannya. Pertama, model permanen terbuat dari kayu gelondongan dibentuk menyerupai singa, dilapisi kertas dengan lem kanji dan kemudian bulunya dilukis dengan goresan arang. Alat pikulnya terbuat dari bambu gelondongan yang tua dan kering dipaku dan diikat kokoh pada bantalan kaki sisingaan. Model ini relatif tahan lama dan bisa dipinjamkan pada siapa saja secara gratis kalau kebetulan nganggur.
Kedua, model sekali pakai biasanya terbuat dari bambu yang kerangkanya kemudian dibungkus dan dibentuk oleh kertas dengan kanji kemudian diberi aksesoris yang biasanya berasal dari daun serta bunga. Setelah usai digunakan diberikan kepada anak-anak untuk mainan hingga hancur.
Ada sesuatu yang menarik yaitu bahwa semua rombongan Sisingaan waktu itu pada umumnya tidak meminta bayaran sekalipun untuk sekedar ongkos. Semua itu mereka lakukan atas dasar panggilan hati untuk ikut ngarojong (mendukung sepenuh hati) atas suksesnya hajat salah seorang anggota masyarakat atau istilah lain bahasa daerah (Sunda) yaitu kahirasan.
Patung Sisingaan dibuat secara permanen dan bagus seolah-olah menyerupai singa sebenarnya. Lehernya berbulu lebat dan panjang, terbuat dari serat goni, memakai pelana serta injakan kaki yang tergantung di sebelah kanan kiri perutnya. Matanya melotot terbuat dari bola lampu bekas, mulutnya menganga lebar, bertaring tajam, lidahnya menjulur panjang ke depan dan berwarna merah darah sehingga nampak seram dan menakutkan.
Musik iringan terdiri dari seperangkat kendang penca dengan lagu Buah Kawung, Kembang Beureum dan sebaginya. Gerak-gerak tari terdiri dari gerak-gerak Pencak Silat yang dilakukan secara kompak walaupun begitu dinamis dan variatif. Para penari kurang begitu leluasa bergerak sehubungan patung Sisingaannya cukup berat dan kaku. Kostum anak sunat dan pemain juga sudah mulai diperhatikan, baik warnanya maupun desainnya. Kostum anak sunat terdiri dari: kace, kewer, beubeur, sinjang dodot, susumping, yang kesemuanya berwarna emas. Kostum pemain adalah seragam hitam-hitam (pakaian penca) lengkap dengan ikat kepala corak batik dengan motif lipatan barangbang semplak.
.
No comments:
Post a Comment
PERHATIAN :::::::::::
* Komentar DI MODERASI oleh admin dengan persetujuan.
* Komentar HANYA soal isi blog ini saja. Promo dilarang disini, maaf.
* Jika kalian penipu online, fake onlineshop jangan harap bisa posting disini. Blog ini tidak dipakai buat numpang aksi penipuan oleh pihak lain. Carilah makan halal sana dan jangan menipu.
* NO offensive item, NO haters gak jelas, NO kekerasan, NO SARA, NO Sex item whatsoeva, NO Judi online, NO drugs, NO Alcohol, NO praktek dukun mistik dan pesugihan.