Sepenggal pengalaman cukur rambut di barber shop pinggiran kota kecil barangkali tidak dialami oleh kebanyakan anak anak jaman sekarang yg tumbuh dikota besar. Mereka lebih suka pergi kesalon yang sejuk oleh AC dan dipotong oleh hair dresser wangi dan centil. Tapi ini beda dengan mareka yg menghabiskan masa kecilnya dikota kecil, kampung, atau mungkin generasi yg lahir sebelum era 80 an. Barbershop adalah salah satu ciri komunitas sosial disebuah tempat dan tumbuh bersama masyarakat tsb. Kaum prianya pasti memotong rambutnya di barber shop. Sedangkan wanitanya pergi ke salon. Secara gender, sebetulnya ini menjadi wilayah terpisah, suka atau tidak suka. Lalu, ketika jaman berubah, fungsi barber shop lantas hilang dikota besar dimana posisinya digantikan oleh salon potong rambut.
Dalam film film, kita sering melihat barber shop digambarkan sebagai tempatnya kaum pria. Hanya yg berperingai jantan lah yg akan datang ketempat ini. Bersosialisasi ngobrol sambil baca koran. Bertemu teman dari kampung seberang dan membagi ketawa bersama disebuah ruangan dengan kursinya yg besar dan antik serta khas. Dibeberapa film barat dengan setting historis amerika ditahun 70an, barbershop dipakai sebagai tempat gangster membunuh rivalnya ketika memotong rambut, entah dengan cara didor atau digorok pisau cukur.
Barber shop juga melewati sebuah jaman yg ditandai dengan pemisahan berdasarkan pelanggan yg punya warna kulit beda, disaat dimana dunia masih dicekam oleh sentimen ras. Karena itu muncul barbershop untuk kelompok kulit berwarna dan satu lagi untuk kulit putih. Atau dalam kenyataannya ada barber shop untuk kelompok ningrat dan peribumi. Keduanya beda dan terpisah.
Dalam sejarah, sebetulnya awal mula profesi pemotong rambut hanya boleh dipegang oleh dukun atau orang suci dalam sebuah komunitas suku. Rambut diyakini sebagai sebuah benda yg butuh upacara khusus ketika akan dipotong terpisah dari tubuh. Dibutuhkan upacara tertentu memanggil penguasa alam gaib agar siempunya rambut tidak terkena malapetaka seusai memotong rambut. Karena keyakinan inilah, wajar jika memotong rambut tdk bisa dilakukan oleh sembarang orang. Hanya “yg terpilih” dan “dirahmati” adalah dia yang berhak memotong rambut masyarakat luas.
Jaman sekarang, fungsi itu sudah lenyap. Hanya dalam upacara sakral saja memotong rambut dilakukan dengan unsur mistik (misal upacara potong rambut gimbal di Tengger). Barber shop nyaris lenyap dikota besar. Salon rambut tumbuh pesat dimana mana. Ciri “jantan” nya hilang karena salon lebih identik dengan perawatan kecantikan untuk wanita pada mulanya. Dan pemotong rambutnya bukan lagi “orang suci” tapi bisa siapapun yg bersertifikat disekolah kecantikan, atau bisa juga banci yg terampil memotong rambut.
Foto diambil ketika melewati sebuah barbershop kecil yg ada dipojokan kota Sipirok, Sumut. ***hsgautama.blogspot.com
http://hsgautama.blogspot.com/search/label/A-SALE
No comments:
Post a Comment
PERHATIAN :::::::::::
* Komentar DI MODERASI oleh admin dengan persetujuan.
* Komentar HANYA soal isi blog ini saja. Promo dilarang disini, maaf.
* Jika kalian penipu online, fake onlineshop jangan harap bisa posting disini. Blog ini tidak dipakai buat numpang aksi penipuan oleh pihak lain. Carilah makan halal sana dan jangan menipu.
* NO offensive item, NO haters gak jelas, NO kekerasan, NO SARA, NO Sex item whatsoeva, NO Judi online, NO drugs, NO Alcohol, NO praktek dukun mistik dan pesugihan.